Aksi Warga Wadas Datangi Kantor ESDM, Menentang Surat Persetujuan Pertambangan oleh Dirjen Minerba |
JEJAK POTENSI – Tiga warga Wadas bersama organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan #BersihkanIndonesia melakukan aksi protes damai di depan kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada hari ini (24/2) di Jakarta.
Aksi protes atas kebijakan pemerintah yang kini marak di sejumlah daerah termasuk warga Wadas ini menjadi tantangan bagi kredibilitas pemerintah yang tengah sibuk menyiapkan perhelatan pertemuan G20.
Warga Wadas menyerahkan surat keberatan dan protes atas tindakan Kementerian ESDM yang menerbitkan surat bernomor T-178/MB.04/DJB.M/2021 tertanggal 28 Juli 2021 atas nama Dirjen Minerba, Ridwan Djamaluddin. Surat ini menanggapi surat Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. PR.02.01-DA/758 tertanggal 24 Juni 2021 tentang Permohonan Rekomendasi Perizinan Penambangan untuk Kepentingan Sendiri PSN Pembangunan Bendungan Bener.
Dalam surat itu, Ridwan Djamaluddin menyetujui kegiatan pengambilan material Quarry berupa batuan andesit untuk pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener dan tidak memerlukan izin pertambangan.
Sementara, kata Pudin-salah satu warga Wadas yang ikut menyerahkan surat protes ke Kementerian ESDM, proyek itu ialah rencana pemerintah semata, dan warga sama sekali tidak mengharapkannya. “Kami tidak pernah mengharapkan tambang itu ada di desa kami dan di lingkungan kami,” tegasnya.
Julian Duwi Prasetia, advokat yang tergabung dalam Koalisi Advokat untuk Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) mengkritik keputusan Dirjen Minerba Kementerian ESDM yang menyetujui pertambangan di Wadas tanpa mekanisme izin. Ia menjelaskan, merujuk dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Andal) Rencana Kegiatan Pembangunan Bendungan Bener Februari 2018, luasan yang tercatat untuk ekstraksi pertambangan batuan andesit mencapai 140 hektare. Jika merujuk Pasal 59 UU Minerba No.3 Tahun 2020, maka izin yang wajib dimiliki adalah Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batuan.
Selama ini, tambah Julian, penambangan yang dilakukan oleh perusahaan milik negara baik BUMN maupun BUMD dalam melakukan penambangan, tetap diwajibkan memiliki izin usaha untuk dapat melakukan penambangan sebagaimana ketentuan dalam UU Minerba.
Jika dilakukan tanpa izin, maka hal tersebut merupakan illegal mining atau penambangan tanpa izin yang merupakan pelanggaran terhadap Pasal 35 UU Minerba 3 tahun 2020 yang dapat dikenakan sanksi sebagaimana ketentuan Pasal 158 dengan ancaman penjara 5 (lima) tahun dan denda Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).
Julian berujar, dengan demikian Kementerian ESDM melalui Dirjen Minerba, Ridwan Djamaluddin, telah melakukan tindakan memfasilitasi penambangan ilegal dengan menerbitkan surat yang secara sewenang-wenang mengangkangi regulasi.
“Sejak awal tindakan pemerintah yang dilakukan di Desa Wadas adalah bentuk dari kesewenang-wenangan. Sedari awal mereka menafsirkan pertambangan adalah bagian kepentingan umum, padahal bukan. Dan hari ini dari kasus Wadas, negara dengan kekuatannya justru memberikan contoh kepada publik untuk melakukan praktik-praktik pertambangan ilegal,” tukas Julian yang ikut mendampingi warga dalam aksi damai ini.
“Adanya surat dari Dirjen Minerba dan kesediaan sebagian warga diukur tanahnya bukanlah legitimasi untuk membungkam sikap dari warga yang sampai hari ini menolak keras penambangan andesit di Desa Wadas. Dan, tidak ada kompensasi yang dapat menyamai nilai yang akan ditumbalkan dari Wadas,” sambung Muhammad Jamil, Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional.
Jamil menambahkan, dugaan pelanggaran oleh Dirjen Minerba ESDM ini juga bisa diuji sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad) di Pengadilan Tata Usaha Negara. Batu ujinya di antaranya yaitu pasal 1365 KUHPer dan akibatnya telah membawa kerugian bagi rakyat Wadas.
“Di tengah perhelatan G20 yang dibangga-banggakan pemerintah dan di bawah sorotan mata publik atas fakta-fakta yang terjadi di Wadas, pemerintah Indonesia melalui kementerian ESDM sedang mempertaruhkan kredibilitasnya. Pembukaan pertambangan di Wadas tidak mendapat persetujuan dari masyarakat, dan itu harusnya cukup bagi pemerintah untuk segera menghentikan pembukaan pertambangan di Wadas,” kata Ahmad Ashov Birry, Direktur Program Trend Asia.
Terakhir, lewat aksi ini, warga Wadas bersama Gerakan #BersihkanIndonesia mendesak Dirjen Minerba ESDM RI, Ridwan Djamaluddin berikut Menteri ESDM RI agar mencabut pernyataan yang menyesatkan publik dan melawan hukum dengan menyatakan penambangan batuan andesit di Desa Wadas untuk Bendungan Bener tidak butuh izin penambangan. (Kuh/red)*
Posting Komentar
Posting Komentar