Jejak Potensi - Dalam sebuah buku 16 tahun silam saya baca, sangat bagus isinya. Judulnya " Kecerdasan Lapangan ", didefinisikan kemampuan mempraktikkan dengan sering sekali hingga refleks lalu jadi skill. Yang dipraktikkan kaitannya dengan kepintaran spiritual, kepintaran emosional, kepintaran intelektual dan kombinasi dari ketiganya.
Agar mudah dipahami oleh kawula muda, berikut ini contoh nyata bisa diambil ilmu hikmahnya, agar dapat dijadikan bekal mengarungi kehidupan ini. Hakikatnya hidup ini adalah proses pembelajaran tiada akhir. Fakta, banyak orang jadi insan legendaris padahal tanpa pendidikan formal teramat tinggi karena punya kecerdasan lapangan hebat.
1. Kecerdasan lapangan spiritual.
Tahun 2015, saya punya kebun buah naga lumayan luas di Pangkalan Bun Kalteng. Dapat kunjungan studi banding komunitas keagamaan. Di antara tamu ada yang pejabat. Apapun yang ditanya dijelaskan oleh staf dan pekerja lapangan tiada imbalan apapun juga, ikhlas adanya. Niatnya agar bermanfaat ilmunya kelak.
Saat mau pulang seperti biasa belanja buah naga buat oleh - oleh keluarganya. Ada pemandangan sangat mengagetkan, oknum pejabat yang ikut, mencuri buah naga jumlah lumayan banyak dimasukkan ke mobilnya, selain yang dibelinya. Memalukan sekali. Sudahlah jadi pejabat dan komunitas keagamaan pula. Orangnya ditandai oleh segenap karyawan, hingga saat ini.
2. Kecerdasan lapangan emosional.
Seseorang sudah lulusan perguruan tinggi. Nilainya juga bagus apalagi lulus cepat. Luar biasa. Sayangnya tidak mampu mengasah kecerdasan emosional di lapangan. Tidak mampu membangkitkan bayu di dalam dirinya agar terdepan dalam berkontribusi. Panca indranya tidak diberdayakan optimal, melelahkan lainnya karena harus serba diawasi.
Contoh konkretnya, ada tanaman keras pada titik tanam pohonnya mati. Tiap hari dilewatinya. Tahu juga masih banyak stok bibit cadangan kalau mau langsung disulam jika tanggap tanpa menunggu diperintah. Tidak butuh waktu 1 jam, apalagi sehari atau 1 tahun. Karena hanya 5 pohon yang selalu ada di depan kelopak mata, tapi tidak terlihat atau tidak tanggap atau tidak peduli.
3. Kecerdasan lapangan intelektual.
Merupakan penjabaran daya nalar analisis lapangan. Sesungguhnya tanpa harus ada literatur buku sekolahan atau bahkan buku kampus misalnya. Cukup hanya memakai logika dasar saja mestinya tahu. Konkretnya menanam bibit, namanya menanam pasti tujuannya agar bisa hidup dan tumbuh besar, lalu produktif bermanfaat dan kembali modal.
Tapi dasarnya tanpa nalar intelektual, bibit ditanam dengan plastik polybagnya. Ini kan sesuatu yang teramat lucu bagi yang punya nalar. Atau kalaupun tidak tahu mestinya bertanya terlebih dulu sebelum menanam banyak. Alhasil, setelah bertahun - tahun pohonnya kerdil semua. Setelah dibongkar ternyata plastik polybag ikut ditanam. Inilah contoh konkret tanpa intelektual lapangan.
4. Kecerdasan kombinasi ketiganya.
Ini yang paling ekstrim, artinya hati nuraninya tidak dipakai sebagai perwakilan punya agama. Kemauan berubah membangun dirinya juga tidak dipakai, bermalasan ria. Panca indranya nyaris tiada dipakai juga, yang ada di depan kelopak mata sekalipun harus dilihatkan dan ditunjukkan terus. Yang harusnya cukup diatasi oleh dirinya sendiri jika punya kesadaran juga cukup, tapi semua harus disuruh.
Pendek kata ibarat dirinya sudah emas tapi justru disepuh atau dikemas dengan perak perunggu. Agar bisa suatu pekerjaan, jika orang lain cukup diingatkan sekali dua kali atau bahkan cukup hanya dengan kerlingan mata. Ini harus berulang kali hingga sangat melelahkan. Jadi beban, bukan jadi bermanfaat. Tapi saat berbagi imbalan selalu terdepan.
Apalagi jika menuntut keadilan maunya dia yang membagi, yang dianggap akan paling adil. Itulah ilustrasi dari pengalaman saya sendiri, yang kontra produktif. Agar dihindari. Karena ini bagian dari proses " tidak membangun merek perorangan " sekalipun sangat penting. Semoga bermanfaat bagi kawula muda yang ke depan makin harus bisa memimpin orang banyak. Salam.
Kontributor: Wayan Supadno
Pak Tani (HP 081586580630)
Posting Komentar
Posting Komentar