Johny Wiro S. sebagai salah satu pelaku sejarah yang hadir pada Gladian Wanadri tahun 1970 di Bandung yang selanjutnya disebut sebagai Gladian Pertama Pecinta Alam. |
Jejak Potensi - Para pemuda dan pemudi yang tergabung dalam organisasi Pecinta Alam di Bandung, berkumpul pada dialog terbuka tentang Kilas Balik Sejarah Pecinta Alam di Indonesia”. Diskusi yang dihelat oleh Forum Komunikasi Keluarga Besar Pecinta Alam Bandung Raya ini diselenggarakan di sekretariat Himpala Itenas Bandung, Jawa Barat, Kamis malam, 28 Februari 2019.
Pada diskusi ini turut mengundang Johny Wiro S. sebagai salah satu pelaku sejarah yang hadir pada Gladian Wanadri tahun 1970 di Bandung yang selanjutnya disebut sebagai Gladian Pertama Pecinta Alam. Johny juga hadir dalam Gladian Nasional Pecinta Alam se-Indonesia yang ke II di Malang pada tahun 1970, kemudian Gladian yang ke III tahun 1972 di Pantai Carita dan yang ke IV di Ujung Pandang Sulawesi Selatan, di tahun 1974 dimana disahkan Kode Etik Pecinta Alam se-Indonesia.
Asal Muasal dan Kesejarahan Pecinta Alam di Indonesia
Pada pembahasan yang pertama, Johny Wiro mengulas tentang asal muasal dan kesejarahan pecinta alam yang berawal dari masuknya gerakan kepanduan pada masa sebelum kemerdekaan di tahun 1912.
Setelah Indonesia merdeka, lahirlah perkumpulan- perkumpulan pendaki gunung dan pecinta alam di Indonesia. Sejauh ini data yang berhasil dikumpulkan yaitu,
18 Oktober 1953, Yogyakarta – PPA (Perkoempoelan Pentjinta Alam)
17 Agustus 1955, Malang – IPKA (Ikatan Petcinta Keindahan Alam Indrakila)
16 Mei 1964, Bandung – WANADRI
12 Desember 1964, Jakarta – MAPALA UI (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia)
9 Agustus 1965, Yogyakarta MERMOUNC (Merbabu Mountaineer Club)
15 Mei 1967, Gresik – SWELAGIRI
28 Mei 1967, Bandung – EXTEMASZ
24 November 1967, Malang – Top Mountain Stranger7 (TMS 7)
29 November 1967, Jakarta – ARANYACALA TRISAKTI
18 Oktober 1968, Makassar- LIBRA DOUBLE CROSS (LDC)
14 Maret 1969, Bandung – CROSSER
1 November 1969, Malang-Young Pioneers Mountain Climber (YEPE)
16 November 1969, Bandung- JANABUANA IMT
Pada keterangan diatas tentunya masih ada organisasi dan club yang lahir diantara tahun 1950-1970 namun karena minimnya informasi, belum bisa dicantumkan. Pengumpulan data dan sejarah masih berlangsung hingga saat ini, sehingga dapat menambah perbendaharaan sejarah kepecinta alaman di Indonesia.
Sejarah Terbentuknya “Kode Etik Pecinta Alam”
“Pada tahun 1970 Wanadri mengadakan latihan bersama, yang disebut sebagai Gladian Wanadri atau Gladian Pertama. Yang kemudian selanjutnya pada medio Desember 1970 dilakukan Gladian ke II yang dihadiri oleh peserta dari pulau jawa dan Bali. dua belas butir embrio Kode Etik Pecinta Alam Indonesia dirumuskan pada Gladian Nasional ke II Pecinta Alam Indonesia di Batu Malang, Jawa Timur.
Pada Desember 1972, pembahasan Kode Etik Pecinta Alam Indonesia dilanjutkan di Gladian NasionaI Pecinta Alam Indonesia yang ke III di Carita Banten namun tidak tuntas dan tidak menghasilkan.
Sebagai kelanjutan, embrio Kode Etik Pecinta Alam hasil Gladian Nasional Pecinta Alam ke II di Coban Rondo Malang di revisi dan disempurnakan pada kegiatan Jambore Pecinta Alam I se-Jakarta Raya yang diadakan oleh Pecinta Alam Jakarta. Dalam kesempatan ini Kode Etik disempurnakan menjadi 7 butir, untuk selanjutnya digelar dan dipaparkan dalam Gladian Nasional yang ke IV
Pada tahun 1974, Gladian Nasional Pecinta Alam se-Indonesia yang ke IV dihelat di Pulau Kayangan Ujung Pandang. Pada acara yang dihadiri oleh organisasi dan perhimpunan pecinta alam se-Indonesia, Kode Etik Pecinta Alam se-Indonesia dibacakan, disahkan, dan dikukuhkan oleh para peserta yang hadir, dengan harapan menjadi nilai-nilai yang terus diperjuangkan oleh pecinta alam Indonesia. Adapun isi dari naskah tersebut adalah,
KODE ETIK PECINTA ALAM INDONESIA
- Pecinta alam Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
- Pecinta alam Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sadar akan tanggung jawab terhadap Tuhan, Bangsa dan Tanah Air.
- Pecinta alam Indonesia sadar bahwa segenap pecinta alam adalah saudara, sebagai makhluk yang mencintai alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Sesuai dengan hakikat di atas kami dengan kesadaran menyatakan sebagai berikut:
- Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Memelihara alam beserta isinya, serta menggunakan sumber alam sesuai batas kebutuhan.
- Mengabdi kepada Bangsa dan Tanah Air.
- Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitarnya, serta menghargai manusia sesuai martabatnya.
- Berusaha mempererat tali persaudaraan sesama pecinta alam, sesuai dengan asas dan tujuan pecinta alam.
- Berusaha saling membantu dan saling menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, Bangsa dan Tanah Air.
- Selesai.
Disahkan dalam
Forum Gladian IV di Ujung Pandang
Tanggal 28 Januari Tahun 1974
Pukul 01.00 WITA
Selanjutnya Johny Wiro memaparkan bahwa, "Tujuan dari dibentuknya kode etik pecinta alam ini adalah sebagai panduan etika dan nilai-nilai bagi organisasi maupun masyarakat pecinta alam saat bergiat di alam bebas agar terbentuk karakter yang baik bagi tiap individu".
Berkaca pada perjuangan para pendahulu atas kelahiran Kode Etik tersebut, generasi Pecinta Alam Indonesia seharusnya dapat mengenal, memahami, menjalankan dan mengimplementasikan nilai – nilai Kode Etik Pecinta Alam se-Indonesia tahun 1974.
Sedangkan materi Kesejarahan Pecinta Alam dan Kode Etik Pecinta Alam sudah harus dimasukan kedalam kurikulum standar pendidikan dan latihan dasar Pecinta Alam”, kata Johny Wiro yang terdaftar sebagai anggota Top Mountain Stranger 7 (TMS 7) Malang.
Melestarikan Semangat dan Nilai – Nilai Kode Etik Pecinta Alam
Pada Kongres Keluarga Besar Pecinta Alam Bandung Raya ke IV, disebutkan bahwa naskah kode etik yang beredar belakangan ini sudah melenceng dari naskah asli. Dalam kesempatan tersebut Johny Wiro juga mengatakan bahwa,
Setelah Gladian Nasional ke IV, seiring berjalannya waktu, ada kesalahan penulisan Kode Etik Pecinta Alam tahun 1974 pada poin nomor 4 (empat) yang tertulis sebagai Kerabatnya, padahal seharusnya adalah Martabatnya.
Kemudian ada yang mendebat karena menafsirkan bahwa Kode Etik Pecinta Alam Indonesia tahun 1974, disahkan dan dikukuhkan pada tanggal 27 Januari 1974, pukul 01.00 WITA. Sebagian lagi menafsirkannya tanggal 29 Januari 1974, pukul 01.00 WITA. Tentu ini dua tafsir yang keliru.
Proses perumusan final Kode Etik Pecinta Alam Indonesia tahun 1974, dimulai dari pagi hari tanggal 27 Januari 1974 hingga tengah malam. Lalu “ketok palu” pengesahan Kode Etik Pecinta Alam Indonesia terjadi saat waktu menunjukkan pukul 01.00 WITA.
Karena pukul 01.00 WITA sudah bukan bagian tanggal 27 Januari 1974, melainkan sudah masuk ke tanggal 28 Januari 1974. Maka yang benar adalah “Kode Etik Pecinta Alam Indonesia disahkan tanggal 28 Januari tahun 1974 Pukul 01.00 WITA”.
Kutipan naskah Kode Etik Pecinta Alam Indonesia hasil Jambore PA se-Jakarta Raya November 1973, di mana ini pun acuannya dari Embrio Kode Etik Pecinta Alam Indonesia hasil Gladian Nasional PA ke II di Batu Malang tgl 15 s/d 17 Desember 1970 sekitar 10 (sepuluh) bulan dari pelaksanaan Gladian Wanadri Februari 1970″, terang Johny Wiro kepada Wartapala.
Dalam kesempatan tersebut, Nugraha Pelay dari PALAWA SWAGRIPPA menambahkan, “Adalah tanggung jawab kita bersama untuk kembali kepada naskah kode Etik Pecinta Alam 1974 yang disahkan di Ujung Pandang dan agar disosialisasikan kepada organisasinya masing masing.”
Sedangkan menurut Caca Casz dari HIMPALA ITENAS Bandung, “Kode Etik Pecinta Alam se-Indonesia adalah produk dasar Pecinta Alam sebagai rumusan standar yang semestinya mempunyai sasaran kapada nilai-nilai manusia sebagai rumusan etika yang memerlukan kajian lebih dalam sebagai gambaran psikologis, bukan lagi kepada teknis.”
Sebagai penutup keseluruhan acara, akan diadakan diskusi lanjutan mengenai pentingnya materi Kode Etik Pecinta Alam pada setiap pendidikan dan latihan dasar Pecinta Alam. Semoga melalui acara ini, seluruh organisasi Pecinta Alam dapat semakin memperkuat jaringan dan terus berjuang mengaplikasikan Kode Etik Pecinta Alam se-Indonesia tahun 1974. (RA)
Dirilis dari, Wartapala Indonesia
Kontributor || Ratdita Anggabumi T, WI 190039
Editor || A. P. Putra & Ahyar Stone, WI 21021 AB
Posting Komentar
Posting Komentar